Panutan Sepanjang Zaman (Renungan)
Menjadi seorang pemimpin yang jujur, berwibawa dan penuh kharisma bukanlah perkara yang mudah.
Oleh : Ina Salma Febriani
Ketidakmudahan
itu muncul, karena sang pemimpin dituntut untuk memahami dan menjadi
sentral panutan masyarakat dengan suku, keyakinan, persepsi, latar
belakang budaya dan pendidikan yang sangat variatif.
Keanekaragaman masyarakat yang dipimpinnya secara langsung maupun tidak, melahirkan banyak ketidakselarasan ide, gagasan, juga dalam pemecahan masalah sosial.
Namun nampaknya, pemimpin teladan sepanjang zaman dengan kesempurnaannya, telah terpotret dalam diri Sang Teladan. Beliau membuktikan, bahwa dirinya mampu menghadapi segala rintangan yang sungguh berat. Beliau adalah Muhammad bin Abdullah, Muhammad Rasulullah.
Seperti yang kita ketahui bersama, Rasulullah digariskan untuk hidup di tengah-tengah masyarakat Jahiliyah, masyarakat yang kental akan kemusyrikan, kebodohan iman, dan merajalelanya penganiayaan.
Mereka telanjur meyakini, bahwa berhala-berhala di sekitar Ka’bah-lah Tuhan nan sesungguhnya. Betapa tidak goncangnya ranah Arab saat hadirnya utusan Tuhan yang sejatinya menjadi rahmat bagi seluruh alam. “Dan tidaklah aku diutus kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107). Dan, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”
Transisi zaman berhala menuju keyakinan kepada Allah SWT semata, memerlukan usaha yang luar biasa sulitnya. Rasulullah SAW sebagai manusia biasa yang dianugerahi amanat yang jauh lebih berat daripada memanggul langit dan bumi, adakalanya sedih, putus asa, dan khawatir akan kondisi yang mengenaskan terhadap akhlak masyarakat Arab zaman itu.
Praktik perbudakan, penganiayaan, kecurangan dalam berniaga, hingga lahirnya rumah bordir dimana-mana, membuat dirinya makin tertantang membumihanguskan tindakan yang betul-betul merusak moral umatnya.
Namun, karena beliau menyadari sesungguhnya, bahwa tugas ini adalah untuk kebaikan seluruh umat manusia, beliau tabah menerima cercaan, makian, hinaan, teror, bahkan kekerasan dari kaum kuffar. Hingga akhirnya Allah menjamin keselamatan jiwa beliau dan bahwa kuffar Quraisy tidak mampu memberikan mudharat sedikitpun kepada beliau.
Atas jaminan itulah, Rasulullah tampil menjadi seorang Nabi, pemimpin, guru, ahli perang, serta teladan bagi seluruh umat manusia. Beliau-lah yang mengajarkan kalamullah dan memupuk hubungan dengan Allah juga dengan manusia harus terjaga secara beriringan. Sehingga perkataan, perbuatan dan ketetapan beliau diwariskan dan dijaga secara turun temurun menjadi sebuah hadits.
Pada intinya, Rasulullah SAW adalah sosok pembaharu, peletak sendi-sendi kepemimpinan juga model peradaban di ranah Arab, baik dari moral dan keimanan yang rusak menuju perbaikan diri sesuai bimbingan Ilahi.
Rasulullah pula yang senantiasa mengajarkan umatnya untuk berusaha mencontoh teladan beliau, termasuk membalas keburukan seseorang dengan kebaikan. Karena kesabaran dan konsistensi beliau itulah peradaban besar muncul.
Rasulullah memulai tatanan masyarakat baru di Jazirah Arab pasca Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah), setelah sekian lama terusir dari tanah kelahirannya sendiri. Kemajuan dalam bidang keimanan dan keilmuan pun berkembang pesat.
Betapa tidak? Siang dan malam beliau isi hari-harinya dengan membimbing langsung masyarakat Arab baik yang sudah lama memeluk Islam, maupun yang ‘baru’ mengenal islam. Sehingga, kondisi segenting apa pun, tak menyurutkan langkah beliau untuk terus mentransfer pesan-pesan Ilahi dan memperluas wilayah dakwah, sehingga beliau sanggup membangun sebuah peradaban mencerahkan. Peradaban terbaik yang dipelopori oleh panutan sepanjang zaman.
Keanekaragaman masyarakat yang dipimpinnya secara langsung maupun tidak, melahirkan banyak ketidakselarasan ide, gagasan, juga dalam pemecahan masalah sosial.
Namun nampaknya, pemimpin teladan sepanjang zaman dengan kesempurnaannya, telah terpotret dalam diri Sang Teladan. Beliau membuktikan, bahwa dirinya mampu menghadapi segala rintangan yang sungguh berat. Beliau adalah Muhammad bin Abdullah, Muhammad Rasulullah.
Seperti yang kita ketahui bersama, Rasulullah digariskan untuk hidup di tengah-tengah masyarakat Jahiliyah, masyarakat yang kental akan kemusyrikan, kebodohan iman, dan merajalelanya penganiayaan.
Mereka telanjur meyakini, bahwa berhala-berhala di sekitar Ka’bah-lah Tuhan nan sesungguhnya. Betapa tidak goncangnya ranah Arab saat hadirnya utusan Tuhan yang sejatinya menjadi rahmat bagi seluruh alam. “Dan tidaklah aku diutus kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107). Dan, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”
Transisi zaman berhala menuju keyakinan kepada Allah SWT semata, memerlukan usaha yang luar biasa sulitnya. Rasulullah SAW sebagai manusia biasa yang dianugerahi amanat yang jauh lebih berat daripada memanggul langit dan bumi, adakalanya sedih, putus asa, dan khawatir akan kondisi yang mengenaskan terhadap akhlak masyarakat Arab zaman itu.
Praktik perbudakan, penganiayaan, kecurangan dalam berniaga, hingga lahirnya rumah bordir dimana-mana, membuat dirinya makin tertantang membumihanguskan tindakan yang betul-betul merusak moral umatnya.
Namun, karena beliau menyadari sesungguhnya, bahwa tugas ini adalah untuk kebaikan seluruh umat manusia, beliau tabah menerima cercaan, makian, hinaan, teror, bahkan kekerasan dari kaum kuffar. Hingga akhirnya Allah menjamin keselamatan jiwa beliau dan bahwa kuffar Quraisy tidak mampu memberikan mudharat sedikitpun kepada beliau.
Atas jaminan itulah, Rasulullah tampil menjadi seorang Nabi, pemimpin, guru, ahli perang, serta teladan bagi seluruh umat manusia. Beliau-lah yang mengajarkan kalamullah dan memupuk hubungan dengan Allah juga dengan manusia harus terjaga secara beriringan. Sehingga perkataan, perbuatan dan ketetapan beliau diwariskan dan dijaga secara turun temurun menjadi sebuah hadits.
Pada intinya, Rasulullah SAW adalah sosok pembaharu, peletak sendi-sendi kepemimpinan juga model peradaban di ranah Arab, baik dari moral dan keimanan yang rusak menuju perbaikan diri sesuai bimbingan Ilahi.
Rasulullah pula yang senantiasa mengajarkan umatnya untuk berusaha mencontoh teladan beliau, termasuk membalas keburukan seseorang dengan kebaikan. Karena kesabaran dan konsistensi beliau itulah peradaban besar muncul.
Rasulullah memulai tatanan masyarakat baru di Jazirah Arab pasca Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah), setelah sekian lama terusir dari tanah kelahirannya sendiri. Kemajuan dalam bidang keimanan dan keilmuan pun berkembang pesat.
Betapa tidak? Siang dan malam beliau isi hari-harinya dengan membimbing langsung masyarakat Arab baik yang sudah lama memeluk Islam, maupun yang ‘baru’ mengenal islam. Sehingga, kondisi segenting apa pun, tak menyurutkan langkah beliau untuk terus mentransfer pesan-pesan Ilahi dan memperluas wilayah dakwah, sehingga beliau sanggup membangun sebuah peradaban mencerahkan. Peradaban terbaik yang dipelopori oleh panutan sepanjang zaman.
Oleh : Ina Salma Febriani
Post a Comment