Anggota Komisi X: Suasana UN Harus Menyenangkan Bukan Menegangkan
Jakarta Ujian Nasional (UN) tampaknya masih menjadi momok menyeramkan bagi sebagian pelajar. Namun seharusnya pemerintah bisa menciptakan suasana yang menyenangkan tanpa harus menimbulkan ketegangan.
"Semestinya UN ini harus menjadi aktifitas yang menyenangkan bukan menegangkan. Selama ini UN tampak menyeramkan, menakutkan, karena dibuat opini sedemikian rupa harus lulus karena UN itu penentu kelulusan. Secara psikologis mereka tertekan," ujar anggota Komisi Pendidikan DPR Reni Marlinawati Amin kepada detikcom, Selasa (17/6/2012).
Reni mengingatkan kepada para pelajar yang sedang menjalani UN agar berlaku jujur tidak melakukan kecurangan. Meski dirasa ada kesulitan, para pelajar tetap harus enjoy dan tetap mengedepankan kejujuran.
"Ujian bukan segalanya bagi hidup dia, ini proses harus dijalani. Kepada adik-adik yang ujian, jalani saja seperti biasanya," papar politisi PPP ini.
Menurut Reni yang terpenting dari UN itu sebenarnya adalah subtansi UN itu kena sasaran. Seharusnya UN itu tidak dijadikan penentu kelulusan.
"Kalau pada 2010 yang di uji hanya 4 pelajaran itu, pada 2011, akumulasi nilai sekolah yang di uji dengan presentase 40 persen dan 60 persen dari yang diuji secara nasional kemudian di jumlah. Sebenarnya ada kesepakatan dengan pemerintah 50 persen akumulasi nilai sekolah dan 50 persen dari ujian nasional, tapi pemerintah masih pakai pola lama," ungkapnya.
Reni menilai UN tidak hanya sekedar seremonial yang bersifat proyektif, tapi juga bisa mempresentasikan mutu pendidikan. Misalnya pendidikan sekolah di Jakarta dengan di NTT diseragamkan, sementara fasilitasnya berbeda mulai dari fasilitas laboratorium dan fasilitas lainnya. Hal itu dinilai tidak fair.
"Sebaiknya UN hanya untuk mengetahui berapa persen mutu pendidikan di Jakarta atau didaerah lainnya. Evaluasi ini harus tetap dilakukan, untuk pencapaian mutu pendidikan secara nasional. Mengetahui keberagaman potensi peserta didik," tuturnya.
Reni juga mengingatkan kepada para kepala daerah yang suka menekan institusi pendidkan didaerahnya untuk meningkatkan prestasi dengan cara-cara yang tidak baik. Reni juga menyoroti soal dimajukannya jadwal UN yang seharusnya diselenggarakan pada Mei namun dipercepat menjadi bulan April. Padahal, menurutnya belum semua pelajaran diterima oleh para pelajar.
"Dulu alasannya dikaitkan dengan pendaftaran pergguruan tinggi. UN idealnya untuk SMA itu bulan Mei, bukan April. Banyak materi pelajaran yang belum disampaikan," kata Reni.
Terlepas dari hal itu semua, Reni kembali mengimbau agar para peserta UN untuk berlaku jujur dalam menjalani ujian tersebut.
"Harus tetap belajar, semangat dan kerjakan dengan penuh kejujuran. Apalah artinya lulus dari mencontek, lebih baik gagal tapi jujur tidak mencontek," imbaunya.
"Semestinya UN ini harus menjadi aktifitas yang menyenangkan bukan menegangkan. Selama ini UN tampak menyeramkan, menakutkan, karena dibuat opini sedemikian rupa harus lulus karena UN itu penentu kelulusan. Secara psikologis mereka tertekan," ujar anggota Komisi Pendidikan DPR Reni Marlinawati Amin kepada detikcom, Selasa (17/6/2012).
Reni mengingatkan kepada para pelajar yang sedang menjalani UN agar berlaku jujur tidak melakukan kecurangan. Meski dirasa ada kesulitan, para pelajar tetap harus enjoy dan tetap mengedepankan kejujuran.
"Ujian bukan segalanya bagi hidup dia, ini proses harus dijalani. Kepada adik-adik yang ujian, jalani saja seperti biasanya," papar politisi PPP ini.
Menurut Reni yang terpenting dari UN itu sebenarnya adalah subtansi UN itu kena sasaran. Seharusnya UN itu tidak dijadikan penentu kelulusan.
"Kalau pada 2010 yang di uji hanya 4 pelajaran itu, pada 2011, akumulasi nilai sekolah yang di uji dengan presentase 40 persen dan 60 persen dari yang diuji secara nasional kemudian di jumlah. Sebenarnya ada kesepakatan dengan pemerintah 50 persen akumulasi nilai sekolah dan 50 persen dari ujian nasional, tapi pemerintah masih pakai pola lama," ungkapnya.
Reni menilai UN tidak hanya sekedar seremonial yang bersifat proyektif, tapi juga bisa mempresentasikan mutu pendidikan. Misalnya pendidikan sekolah di Jakarta dengan di NTT diseragamkan, sementara fasilitasnya berbeda mulai dari fasilitas laboratorium dan fasilitas lainnya. Hal itu dinilai tidak fair.
"Sebaiknya UN hanya untuk mengetahui berapa persen mutu pendidikan di Jakarta atau didaerah lainnya. Evaluasi ini harus tetap dilakukan, untuk pencapaian mutu pendidikan secara nasional. Mengetahui keberagaman potensi peserta didik," tuturnya.
Reni juga mengingatkan kepada para kepala daerah yang suka menekan institusi pendidkan didaerahnya untuk meningkatkan prestasi dengan cara-cara yang tidak baik. Reni juga menyoroti soal dimajukannya jadwal UN yang seharusnya diselenggarakan pada Mei namun dipercepat menjadi bulan April. Padahal, menurutnya belum semua pelajaran diterima oleh para pelajar.
"Dulu alasannya dikaitkan dengan pendaftaran pergguruan tinggi. UN idealnya untuk SMA itu bulan Mei, bukan April. Banyak materi pelajaran yang belum disampaikan," kata Reni.
Terlepas dari hal itu semua, Reni kembali mengimbau agar para peserta UN untuk berlaku jujur dalam menjalani ujian tersebut.
"Harus tetap belajar, semangat dan kerjakan dengan penuh kejujuran. Apalah artinya lulus dari mencontek, lebih baik gagal tapi jujur tidak mencontek," imbaunya.
Post a Comment