Manusia Yang Mampu Mengeluarkan Api Ada Di Dunia Nyata
Pernah nonton film Fantastic 4? Diceritakan salah satu dari mereka, yaitu Human Torch, mampu mengendalikan dan mengeluarkan api dari tubuhnya. Tidak tanggung-tanggung, api yang dihasilkan pun bisa keluar di sekujur tubuhnya. Dan sebenarnya, hal itu ada di dunia nyata.
Hal tersebut dapat dicapai, yaitu dengan melakukan percepatan partikel untuk meningkatkan suhu, hingga mencapai tingkat panas yang ekstrem, serta sanggup memancarkan bunga api, sehingga dapat mengeluarkan api.
Sebagian besar orang dengan memiliki karunia ini, mempunyai kemampuan untuk meningkatkan suhu pribadi mereka untuk menghangatkan tubuh, bahkan dalam kondisi paling dingin sekalipun.
Dalam beberapa tradisi pyrokinetic (mengendalikan api), orang yang dapat menggunakan pyrokinesis mampu membuat api, tetapi secara "teknis" pyrokinetic hanya dapat memanipulasi api, meskipun mereka dapat membakar bahan yang mudah terbakar, dan membuat api setelahnya. Kemampuan untuk membuat api dari udara tipis, tanpa bahan yang mudah terbakar, disebut "pyrogenesis."
Pyrokinesis berada di bawah payung telekinesis, atau terkadang psikokinesis sendiri merupakan seorang praktisi yang menggunakan pikirannya untuk mempengaruhi dunia fisik yang ada di sekitar mereka.
Secara tradisional, seorang pyrokinetic dapat menyalakan api ketika kondisi sesuai dengan pasokan yang cukup untuk menciptakan api, yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas, kemudian memanipulasi intensitas api dan arah di mana bahan-bahan itu berada.
Jadi, pyrokinetic dapat mengobarkan setumpuk surat kabar dan tidak membakar tirai yang ada di dekatnya, atau menyebabkan api menyebar dengan cepat melalui daerah tertentu pada kecepatan yang tidak wajar.
Walaupun tidak ada eksperimen empiris yang telah terbukti sesuai dengan yang ditampilkan oleh tradisi pyrokinesis populer, kemampuan untuk menghasilkan panas telah ditunjukkan oleh praktisi seni bela diri tertentu.
Seniman bela diri ini, dengan memanipulasi energi "Chi", mereka dapat memancarkan panas dari tangan mereka atau bagian lain dari tubuh mereka. Beberapa berpendapat, bahwa kemampuan ini tidak "benar", melainkan hanya pyrokinesis berbentuk bio feedback dan sekedar kontrol, meningkatkan dalam peningkatan kemampuan alami tubuh untuk menghasilkan panas. Sementara yang lain mengatakan, bahwa itu adalah kemampuan manipulasi pikiran dunia materi dan dengan demikian dapat memenuhi syarat sebagai telekinesis.
Banyak yang memiliki kemampuan ini bekerja dengan energi negatif yang cenderung lebih hangat, kemudian berubah bentuk ke energi positif. Pemilik kemampuan ini cenderung penuh energi negatif, maka dengan demikian sangat panas bila disentuh, atau dalam kekurangan energi negatif, sehingga menjadikannya cukup beku untuk disentuh.
Fenomena yang dialami para penderita pyrokinetics, berbeda dengan yang disebut penghangusan tubuh secara spontan atau Spontaneous Human Combustion (SHC), baca disini. SHC sering berakibat fatal, karena panas yang terjadi mampu mengubah tubuh menjadi setumpuk abu hanya dalam beberapa menit.
Bisa dibayangkan seberapa kuat panasnya, bila dibandingkan dengan pembakaran jenazah di krematorium yang menggunakan panas pada suhu 1.110 C, perlu waktu 8 jam untuk membakar jenazah disitu. Itupun, bekas yang ditinggalkan tidak seperti pada peristiwa SHC.
SHC adalah fenomena yang tidak secara langsung berkaitan dengan pyrokinesis, tetapi kesimpulan logis yang di dapat dan telah ditarik diantara keduanya adalah jika seseorang tiba-tiba terbakar tanpa alasan yang dapat dipahami, tentu saja dapat menjadi target pyrokinetic, jika seseorang mengandaikan adanya hal semacam itu.
Teori-teori lain di sekitar keduanya, SHC dan praktisi pyrokinesis yang berjuang untuk mengendalikan kemampuan mereka dan secara tidak sengaja mengubahnya pada diri mereka sendiri, sehingga terjadilah SHC.
Willy Brough (12) dari Turlock, California, misalnya, diduga mampu menyalakan api hanya dengan memandangnya. Akibatnya, ia harus menerima saja ketika diusir keluarganya, karena dianggap kerasukan roh jahat.
Untunglah, seorang petani yang tinggal di dekat rumahnya mau memungut bocah itu dan kembali menyekolahkannya. Namun sayang, di sekolah baru ini ia hanya bertahan 1 hari. Karena hanya dalam sehari itu saja, lima ruang kelas dilalap api yang bersumber dari sorot matanya.
Contoh lainnya adalah Benedetto Supino dari Formia, dekat Roma, yang selanjutnya mejadi perhatian masyarakatnya. Bermula pada tahun 1982, ketika buku komik yang dibacanya di ruang tunggu dokter gigi tiba-tiba menyala.
Sejak itu, ia dan keluarganya dikejutkan oleh beberapa kebakaran. Meja, kursi, dan bermacam-macam barang lainnya terbakar setiap kali Benedetto melewatinya, termasuk juga seprai tempat tidurnya, atau barang-barang yang dipegangnya, terutama buku. Demikian pula dengan barang yang dipandangnya dengan serius, seperti yang pernah terjadi pada benda plastik yang dipegang pamannya.
Kemampuan itu membuat Benedetto merasa sangat malu, bahkan tertekan. Sementara para ilmuwan tidak mampu banyak membantunya. Professor Mario Scuncio dari Pusat Kesehatan Sosial Tivoli misalnya, justru memberikan diagnosis yang agak janggal dengan menilai kondisi kejiwaan anak laki-laki yang pendiam dan kutu buku itu sangat normal.
Dr. Giovanni Ballesio, dekan jurusan pengobatan kesehatan dari Rome University, yang pernah menyelidiki kemungkinan ketidaknormalan pada orang yang memiliki kemampuan membangkitkan listrik tinggi pun, tidak mampu menemukan penjelasan apa-apa di balik semua kebakaran itu. Benedetto hanya menyandarkan harapannya pada parapsikolog Demetrio Croce yang mencoba mengajarkan bagaimana mengontrol kemampuannya itu.
Nasib mengenaskan lain dialami Jennie Bramwell yang yatim piatu. Hanya dalam beberapa minggu setelah diadopsi, di rumah Dawson, keluarga angkatnya di Thorah Island, Ontario. Telah terjadi berpuluh kali kebakaran kecil. Api yang menjilat langit-langit, dinding, perabotan, handuk, bahkan kucing kesayangan keluarga, terjadi spontan saat Jennie ada di dekatnya. Jennie pun dikembalikan ke rumah yatim piatu tempat asalnya.
Kemampuan seperti itu juga dikembangkan secara teratur oleh para biksu di Tibet, bahkan hal ini diujikan dalam proses inisiasi mereka, dengan membungkus diri dalam lembaran kain dan kertas basah, dan menghabiskan malam di pegunungan yang dingin, duduk di salju. Di pagi hari, jika mereka lulus ujian, kertas dan kain akan mengering dan beberapa salju yang menyentuh tulang kaki di sekitar biarawan tersebut akan cair meleleh.
Tekhnik mereka ini disebut memperluas Sushumna. Sushumna adalah jalur dari perjalanan kundalini hingga tulang belakang. Memperluas sushumna digunakan untuk meningkatkan suhu tubuh dan membuat panas. Kemampuan ini juga dapat diterapkan untuk pyrokinesis, mengatur benda-benda hingga dapat terbakar dengan kekuatan pikirannya.
Post a Comment