Awal Yang Menenukan Kesuksesan
Syawal telah terbit, selesai sudah pembinaan Allah kepada
hamba-hamba-Nya.
Meskipun tidak dari nol, tapi yang terjadi adalah kelahiran kembali “ka
yaumin waladathu ummuh” (seperti hari dilahirkan ibunya).
Oleh : H. M. Rizal Fadillah
Maksudnya adalah bersih kembali karena ibadah yang dikerjakan selama shaum
Ramadhan telah menjadi sebab yang berakibat ampunan Allah SWT.
Langkah awal yang mesti dilakukan adalah bersyukur. Mensyukuri berbagai karunia yang telah Allah SWT berikan. Bersyukur dalam makna yang kreatif, yakni memfungsikan karunia itu bagi kemanfaatan diri, keluarga, ummat dan Agama. Karena memang Allah SWT telah memberikan kepada kita komponen dari potensi asasi tersebut.
Firman-Nya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 78)
Ayat ini menunjukkan adanya tiga komponen penting yang harus difungsikan dengan maksimal, yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati. Dengan pendengaran (as sam’a) kita serap informasi pengetahuan yang dapat diformulasi menjadi ilmu. Informasi lisan keseharian maupun insidental diseleksi mana yang sia-sia mana yang berguna, mana yang dibuang dan mana yang pula bisa dikembangkan.
Dengan penglihatan (al abshoro) semua data dibaca dan diolah menjadi tulisan yang bisa dibaca kembali oleh jumlah orang yang semakin banyak. Segala informasi lisan yang didapat dibuktikan, sehingga bisa terlihat nyata sebagai ayat-ayat kebenaran.
Demikianlah gandengannya, karena sesungguhnya orang yang cacat berat adalah mereka yang menjalani kehidupan kini dalam keadaan ”tuli” dan “buta”. Sementara itu dengan hati (al af-idah) diyakini apa yang didengar dan dilihat untuk dijadikan niat dan tekad. Niat dan tekad mana kemudiannya direalisasikan dalam wujud amal.
Begitulah proses yang terjadi untuk berkreasi. Sebaliknya jika komponen pendengaran, penglihatan, dan hati itu tak berfungsi, maka yang terjadi adalah stagnasi. Memang pilihannya adalah berkreasi atau stagnasi, create or stagnate.
Langkah kreatif yang dimaksud insya allah akan sukses jika dibarengi : Pertama, memulai sesuatu dengan bismillah, yaitu berangkat dari berharap pada ridha dan pertolongan Allah serta mengukur dengan ukuran Allah. Allah sebagai sentrum.
Kedua, niat dan tekad yang kuat untuk berhasil karena kita tahu amal itu tergantung niat. Niat yang kuat adalah setengah dari keberhasilan, setengahnya lagi dengan kesabaran dan ketekunan.
Ketiga, memiliki ilmu yang mumpuni pada bidangnya “wa man aroda huma fa’alaihi bil ‘ilmi” (dan jika ingin sukses keduanya –dunia dan akherat—maka itu dengan ilmu) karena ilmu adalah causa dari tingginya derajat dalam pergaulan sesama.
Keempat, mampu membangun relasi karena sering datang kesempatan untuk maju, itu disebabkan karena faktor interaksi sesama. Silaturahmi mendatangkan rezeki.
Dan kelima, kesiapan untuk mengoreksi diri atau dikoreksi oleh orang lain. Hal ini tentunya berkaitan dengan keharusan kita untuk mengenal diri kita sendiri “know your self”, karena dengan mengenal diri akan memudahkan untuk dapat mengenal orang lain dan lingkungannya.
Awal syawal siap untuk menyinari perjalanan ke depan yang lebih berkualitas. Dengan landasan program yang lebih jelas dan apik tentunya. Kepentingan pribadi dan keluarga penting untuk mendapat perhatian, namun kita tak boleh berhenti disana. Langkah mulia adalah khidmah untuk memajukan dan mengembangkan Agama. Melalui jihad dan da’wah.
Shaum telah mengajarkan kita bermental kuat untuk mampu mengendalikan diri serta pandai memilih dan memilah nilai yang benar. Lapar di awal bukan untuk rakus di akhir. Tetapi sederhana (qana’ah) dalam berkarakter. Shaum mengubah karakter buruk menjadi lebih agung. Jangan seperti seekor ular yang puasanya tak mengubah apa-apa.
Ular yang menjijikkan, merusak, dan buas setelah memangsa lalu berpuasa. Selesai puasa ia berganti kulit. Karena lapar, “saat berbuka”, ia menjadi lebih buas dan sangat merusak. Lagi pula tetap saja menjijikkan meski telah berganti kulit.
Banyak orang yang setelah menyelesaikan puasanya sebulan penuh tetap saja berperilaku hina, merusak, dan rakus. Yang berubah hanya kulitnya saja. Baju baru. Karakternya tak berubah, bahkan lebih buruk. Maka baginya syawal tidak menjadi awal yang menentukan kesuksesan.
Langkah awal yang mesti dilakukan adalah bersyukur. Mensyukuri berbagai karunia yang telah Allah SWT berikan. Bersyukur dalam makna yang kreatif, yakni memfungsikan karunia itu bagi kemanfaatan diri, keluarga, ummat dan Agama. Karena memang Allah SWT telah memberikan kepada kita komponen dari potensi asasi tersebut.
Firman-Nya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 78)
Ayat ini menunjukkan adanya tiga komponen penting yang harus difungsikan dengan maksimal, yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati. Dengan pendengaran (as sam’a) kita serap informasi pengetahuan yang dapat diformulasi menjadi ilmu. Informasi lisan keseharian maupun insidental diseleksi mana yang sia-sia mana yang berguna, mana yang dibuang dan mana yang pula bisa dikembangkan.
Dengan penglihatan (al abshoro) semua data dibaca dan diolah menjadi tulisan yang bisa dibaca kembali oleh jumlah orang yang semakin banyak. Segala informasi lisan yang didapat dibuktikan, sehingga bisa terlihat nyata sebagai ayat-ayat kebenaran.
Demikianlah gandengannya, karena sesungguhnya orang yang cacat berat adalah mereka yang menjalani kehidupan kini dalam keadaan ”tuli” dan “buta”. Sementara itu dengan hati (al af-idah) diyakini apa yang didengar dan dilihat untuk dijadikan niat dan tekad. Niat dan tekad mana kemudiannya direalisasikan dalam wujud amal.
Begitulah proses yang terjadi untuk berkreasi. Sebaliknya jika komponen pendengaran, penglihatan, dan hati itu tak berfungsi, maka yang terjadi adalah stagnasi. Memang pilihannya adalah berkreasi atau stagnasi, create or stagnate.
Langkah kreatif yang dimaksud insya allah akan sukses jika dibarengi : Pertama, memulai sesuatu dengan bismillah, yaitu berangkat dari berharap pada ridha dan pertolongan Allah serta mengukur dengan ukuran Allah. Allah sebagai sentrum.
Kedua, niat dan tekad yang kuat untuk berhasil karena kita tahu amal itu tergantung niat. Niat yang kuat adalah setengah dari keberhasilan, setengahnya lagi dengan kesabaran dan ketekunan.
Ketiga, memiliki ilmu yang mumpuni pada bidangnya “wa man aroda huma fa’alaihi bil ‘ilmi” (dan jika ingin sukses keduanya –dunia dan akherat—maka itu dengan ilmu) karena ilmu adalah causa dari tingginya derajat dalam pergaulan sesama.
Keempat, mampu membangun relasi karena sering datang kesempatan untuk maju, itu disebabkan karena faktor interaksi sesama. Silaturahmi mendatangkan rezeki.
Dan kelima, kesiapan untuk mengoreksi diri atau dikoreksi oleh orang lain. Hal ini tentunya berkaitan dengan keharusan kita untuk mengenal diri kita sendiri “know your self”, karena dengan mengenal diri akan memudahkan untuk dapat mengenal orang lain dan lingkungannya.
Awal syawal siap untuk menyinari perjalanan ke depan yang lebih berkualitas. Dengan landasan program yang lebih jelas dan apik tentunya. Kepentingan pribadi dan keluarga penting untuk mendapat perhatian, namun kita tak boleh berhenti disana. Langkah mulia adalah khidmah untuk memajukan dan mengembangkan Agama. Melalui jihad dan da’wah.
Shaum telah mengajarkan kita bermental kuat untuk mampu mengendalikan diri serta pandai memilih dan memilah nilai yang benar. Lapar di awal bukan untuk rakus di akhir. Tetapi sederhana (qana’ah) dalam berkarakter. Shaum mengubah karakter buruk menjadi lebih agung. Jangan seperti seekor ular yang puasanya tak mengubah apa-apa.
Ular yang menjijikkan, merusak, dan buas setelah memangsa lalu berpuasa. Selesai puasa ia berganti kulit. Karena lapar, “saat berbuka”, ia menjadi lebih buas dan sangat merusak. Lagi pula tetap saja menjijikkan meski telah berganti kulit.
Banyak orang yang setelah menyelesaikan puasanya sebulan penuh tetap saja berperilaku hina, merusak, dan rakus. Yang berubah hanya kulitnya saja. Baju baru. Karakternya tak berubah, bahkan lebih buruk. Maka baginya syawal tidak menjadi awal yang menentukan kesuksesan.
Oleh : H. M. Rizal Fadillah
Post a Comment