Tiga Kompetisi Yang Diridoi Oleh Allah SWT
Dari Abdullah bin Amr bin Ash RA, dari Rasulullah SAW bersabda, "Apabila
ditundukkan bangsa Persia dan Romawi bagi kalian, maka kalian akan
menjadi kaum seperti apa?" Abdurrahman bin Auf RA menjawab, "Kami akan
mengatakan seperti apa yang diperintahkan Allah."
Oleh : Ahmad Kusyairi Suhail
Imam Nawawi dalam Shahih Muslim bi Syarhi'n Nawawi, XVIII/96, menjelaskan maksudnya,
“Kami akan memuji-Nya, mensyukuri-Nya, dan memohon kepada-Nya tambahan
karunia-Nya.”
Rasulullah SAW bersabda, "Atau (jangan-jangan) tidak seperti itu. Kalian (nanti) malah saling berkompetisi (dalam memperebutkan 'kue' kemenangan itu), kemudian (menjadikan) kalian saling hasud, saling membelakangi (tidak menyapa), dan akhirnya saling membenci, atau yang semisal itu." (HR. Muslim No 2962)
Melalui hadis ini, Nabi SAW telah mewanti-wanti para sahabatnya dan umatnya agar berhati-hati dalam berkompetisi memperebutkan urusan duniawi; jabatan, pangkat, bisnis, gelar, proyek, dan lainnya.
Pada dasarnya, kompetisi merupakan naluri setiap insan. Ia bisa menjadi energi positif bagi seseorang dalam mencapai suatu tujuan. Namun, bisa juga menjadi energi negatif. Keduanya sama-sama memerlukan badzlu al-juhud, pengerahan segenap kemampuan, potensi, waktu, pikiran, dan tenaga guna meraih kesuksesan. Hal yang membedakan di antara keduanya adalah niat dan motivasi yang menggerakkan seseorang untuk berkompetisi.
Untuk itu, perlu diperhatikan tiga pedoman kompetisi berikut. Pertama, dipastikan bahwa kompetisi yang kita jalani adalah kompetisi dalam kebaikan. Dan, berkompetisi dalam hal ini adalah sesuatu yang mulia dan berpahala, bahkan merupakan mathlab syar'i (tuntutan syar'i).
"Berkompetisilah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga." (QS. Ali Imran [3]: 133, al-Hadid [57]: 21). Lihat juga QS. al-Muthaffifin [83]: 26 dan QS. al-Baqarah [2]: 148.
Kedua, meluruskan niat dan motivasi. Sebab, sesuatu yang mulia jika tidak diiringi dengan niat dan motivasi yang baik, bisa menjadi prahara bagi pelakunya di akhirat. Seperti disebutkan dalam hadis Nabi SAW tentang tiga orang yang pertama kali diadili dan dieksekusi di neraka. Padahal, ketika di dunia mereka dikenal masyarakat luas sebagai orang yang baik karena mereka ahli jihad, rajin menuntut ilmu, dan membaca Al Qur'an serta dermawan. (Lihat HR. Muslim No 1905). Ini disebabkan oleh niatnya yang salah.
Ketiga, wasilah (sarana dan cara) yang digunakan dalam kompetisi hendaknya tidak melanggar aturan syar'i. Seperti dengan menyebar fitnah, character assasination (pembunuhan karakter), kampanye hitam, dusta, sampai menggunakan dana haram.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, bahwa para sahabat Nabi menjadi generasi terbaik dan mampu mengubah dunia bersama Nabi SAW karena mereka biasa berkompetisi dalam banyak hal dengan memperhatikan rambu-rambu dengan benar.
Misalnya, kompetisi Umar bin Khattab RA dengan Abu Bakar RA dalam bersedekah (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud). Untuk mengambil pedang dari Nabi SAW menjelang Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, Abu Dujanah RA berkompetisi bersama para sahabat dengan cara yang elegan dan tidak kasar (HR. Muslim No 2470). Begitu pula dengan sahabat lainnya.
Wallahu a'lam.
Rasulullah SAW bersabda, "Atau (jangan-jangan) tidak seperti itu. Kalian (nanti) malah saling berkompetisi (dalam memperebutkan 'kue' kemenangan itu), kemudian (menjadikan) kalian saling hasud, saling membelakangi (tidak menyapa), dan akhirnya saling membenci, atau yang semisal itu." (HR. Muslim No 2962)
Melalui hadis ini, Nabi SAW telah mewanti-wanti para sahabatnya dan umatnya agar berhati-hati dalam berkompetisi memperebutkan urusan duniawi; jabatan, pangkat, bisnis, gelar, proyek, dan lainnya.
Pada dasarnya, kompetisi merupakan naluri setiap insan. Ia bisa menjadi energi positif bagi seseorang dalam mencapai suatu tujuan. Namun, bisa juga menjadi energi negatif. Keduanya sama-sama memerlukan badzlu al-juhud, pengerahan segenap kemampuan, potensi, waktu, pikiran, dan tenaga guna meraih kesuksesan. Hal yang membedakan di antara keduanya adalah niat dan motivasi yang menggerakkan seseorang untuk berkompetisi.
Untuk itu, perlu diperhatikan tiga pedoman kompetisi berikut. Pertama, dipastikan bahwa kompetisi yang kita jalani adalah kompetisi dalam kebaikan. Dan, berkompetisi dalam hal ini adalah sesuatu yang mulia dan berpahala, bahkan merupakan mathlab syar'i (tuntutan syar'i).
"Berkompetisilah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga." (QS. Ali Imran [3]: 133, al-Hadid [57]: 21). Lihat juga QS. al-Muthaffifin [83]: 26 dan QS. al-Baqarah [2]: 148.
Kedua, meluruskan niat dan motivasi. Sebab, sesuatu yang mulia jika tidak diiringi dengan niat dan motivasi yang baik, bisa menjadi prahara bagi pelakunya di akhirat. Seperti disebutkan dalam hadis Nabi SAW tentang tiga orang yang pertama kali diadili dan dieksekusi di neraka. Padahal, ketika di dunia mereka dikenal masyarakat luas sebagai orang yang baik karena mereka ahli jihad, rajin menuntut ilmu, dan membaca Al Qur'an serta dermawan. (Lihat HR. Muslim No 1905). Ini disebabkan oleh niatnya yang salah.
Ketiga, wasilah (sarana dan cara) yang digunakan dalam kompetisi hendaknya tidak melanggar aturan syar'i. Seperti dengan menyebar fitnah, character assasination (pembunuhan karakter), kampanye hitam, dusta, sampai menggunakan dana haram.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, bahwa para sahabat Nabi menjadi generasi terbaik dan mampu mengubah dunia bersama Nabi SAW karena mereka biasa berkompetisi dalam banyak hal dengan memperhatikan rambu-rambu dengan benar.
Misalnya, kompetisi Umar bin Khattab RA dengan Abu Bakar RA dalam bersedekah (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud). Untuk mengambil pedang dari Nabi SAW menjelang Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, Abu Dujanah RA berkompetisi bersama para sahabat dengan cara yang elegan dan tidak kasar (HR. Muslim No 2470). Begitu pula dengan sahabat lainnya.
Wallahu a'lam.
Oleh : Ahmad Kusyairi Suhail
Post a Comment