Alasan Dokter Melarang Orang Tua Memukul Anak Sebagai Hukuman
Hasil survei yang dilakukan di Australia menunjukkan bahwa 69 persen
orang tua masih menggunakan cara memukul untuk mendisiplinkan anak
mereka. Padahal menurut dokter, kebiasaan ini harus segera dihentikan,
sebab bisa membuat anak mengalami masalah perilaku.
Perdebatan mengenai apakah hukuman fisik merupakan bentuk aman dan efektif untuk mendisiplinkan anak kini mulai membuahkan hasil. Para dokter anak dari divisi pediatrik Royal Australasian College of Physicians (RACP) menyerukan bahwa hukuman fisik harus dibuat sebagai sebuah tindakan yang ilegal.
Selain hanya menggunakan tangan kosong, tak jarang juga orang tua menggunakan alat seperti sabuk untuk memukul anaknya. Menurut RACP, hukuman fisik berarti menggunakan kekuatan fisik untuk mengontrol perilaku anak.
Mereka berpendapat bahwa hukuman fisik, termasuk memukul, sudah sangat kuno. Ini berarti hak asasi anak sebagai manusia telah dilanggar dan mereka menjadi satu-satunya kelompok yang tidak dilindungi dari kekerasan fisik dalam undang-undang saat ini. Ini berarti orang tua harus menggunakan metode pendisiplinan lain yang lebih efektif namun tidak melibatkan kekerasan, seperti dilansir ABC, Kamis (5/9/2013).
Prof Susan Moloney, Presiden Paediatrics and Child Health Division RACP dan profesor di Griffith University, mengatakan hukuman fisik yang berlanjut menjadi kekerasan pada anak akan membuat mereka mengalami masalah perilaku dan mental dalam jangka panjang.
“Tidak ada batas aman berapa kali atau seberapa keras pukulan boleh dilakukan. Apa yang disebut salah pada satu orang tua mungkin berbeda dengan definisi orang tua lain. Intinya anak-anak tidak boleh tunduk pada hukuman fisik,” ujar Prof Susan.
Studi menunjukkan hukuman fisik memiliki berbagai konsekuensi dalam hal kesehatan maupun sosial anak. Hukuman fisik juga bukan bentuk disiplin yang efektif. Beberapa temuan khusus lain meliputi:
1. Pengalaman hukuman fisik di masa kanak-kanak dikaitkan dengan depresi, gangguan kecemasan, penyalahgunaan zat, dan gangguan kepribadian di kemudian hari.
2. Pengalaman hukuman fisik pada anak dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi dari kondisi kesehatan di masa dewasa, termasuk penyakit jantung, obesitas dan arthritis.
3. Anak-anak yang sering dipukul pada usia 3 tahun lebih mungkin untuk menjadi agresif pada usia 5 tahun.
4. Hukuman fisik mengajarkan anak-anak lebih memilih untuk menghindari perilaku buruk di depan orang tuanya ketimbang menghentikan perilaku buruk tersebut sepenuhnya.
5. Tidak ada bukti bahwa hukuman fisik meningkatkan perkembangan dan kesehatan anak dan kesehatan.
Psikolog anak dan pendidikan, Andrew Greenfield, mengatakan memukul hanya memberitahu anak-anak bahwa memukul orang lain tidak akan menjadi masalah. Saat itu juga, anak-anak belajar bahwa kekerasan fisik adalah cara untuk memecahkan masalah.
“Ini mungkin memiliki keuntungan jangka pendek bagi orang tua, tetapi tidak mengajarkan anak-anak mereka apapun,” terang Andrew.
Perdebatan mengenai apakah hukuman fisik merupakan bentuk aman dan efektif untuk mendisiplinkan anak kini mulai membuahkan hasil. Para dokter anak dari divisi pediatrik Royal Australasian College of Physicians (RACP) menyerukan bahwa hukuman fisik harus dibuat sebagai sebuah tindakan yang ilegal.
Selain hanya menggunakan tangan kosong, tak jarang juga orang tua menggunakan alat seperti sabuk untuk memukul anaknya. Menurut RACP, hukuman fisik berarti menggunakan kekuatan fisik untuk mengontrol perilaku anak.
Mereka berpendapat bahwa hukuman fisik, termasuk memukul, sudah sangat kuno. Ini berarti hak asasi anak sebagai manusia telah dilanggar dan mereka menjadi satu-satunya kelompok yang tidak dilindungi dari kekerasan fisik dalam undang-undang saat ini. Ini berarti orang tua harus menggunakan metode pendisiplinan lain yang lebih efektif namun tidak melibatkan kekerasan, seperti dilansir ABC, Kamis (5/9/2013).
Prof Susan Moloney, Presiden Paediatrics and Child Health Division RACP dan profesor di Griffith University, mengatakan hukuman fisik yang berlanjut menjadi kekerasan pada anak akan membuat mereka mengalami masalah perilaku dan mental dalam jangka panjang.
“Tidak ada batas aman berapa kali atau seberapa keras pukulan boleh dilakukan. Apa yang disebut salah pada satu orang tua mungkin berbeda dengan definisi orang tua lain. Intinya anak-anak tidak boleh tunduk pada hukuman fisik,” ujar Prof Susan.
Studi menunjukkan hukuman fisik memiliki berbagai konsekuensi dalam hal kesehatan maupun sosial anak. Hukuman fisik juga bukan bentuk disiplin yang efektif. Beberapa temuan khusus lain meliputi:
1. Pengalaman hukuman fisik di masa kanak-kanak dikaitkan dengan depresi, gangguan kecemasan, penyalahgunaan zat, dan gangguan kepribadian di kemudian hari.
2. Pengalaman hukuman fisik pada anak dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi dari kondisi kesehatan di masa dewasa, termasuk penyakit jantung, obesitas dan arthritis.
3. Anak-anak yang sering dipukul pada usia 3 tahun lebih mungkin untuk menjadi agresif pada usia 5 tahun.
4. Hukuman fisik mengajarkan anak-anak lebih memilih untuk menghindari perilaku buruk di depan orang tuanya ketimbang menghentikan perilaku buruk tersebut sepenuhnya.
5. Tidak ada bukti bahwa hukuman fisik meningkatkan perkembangan dan kesehatan anak dan kesehatan.
Psikolog anak dan pendidikan, Andrew Greenfield, mengatakan memukul hanya memberitahu anak-anak bahwa memukul orang lain tidak akan menjadi masalah. Saat itu juga, anak-anak belajar bahwa kekerasan fisik adalah cara untuk memecahkan masalah.
“Ini mungkin memiliki keuntungan jangka pendek bagi orang tua, tetapi tidak mengajarkan anak-anak mereka apapun,” terang Andrew.
Post a Comment